Demi Eco City: Etiskah Pribumi Direlokasi?!

siluet kasus rempang

Sodiqi.com - Eco City, sebuah konsep yang sejatinya mengusung harmoni antara keberlanjutan alam dan perkembangan teknologi, kini menjadi pusat perhatian di tengah proyek strategis nasional sebuah negara, berkolaborasi dengan Cina.

Ide ini memang menarik, tetapi muncul pertanyaan yang paling mendasar dan krusial: etiskah relokasi paksa terhadap pribumi dan masyarakat adat yang sudah bertahun-tahun, bahkan sebelum negara tersebut merdeka?


Mengapa Eco City?

Eco City digadang-gadang sebagai simbol modernisasi yang berkelanjutan, di mana kehidupan manusia dan alam bisa berjalan beriringan tanpa saling merusak.

Keseimbangan ini dianggap sebagai jalan ke depan dalam konteks perubahan iklim dan tantangan global lainnya. Tidak heran jika banyak negara tertarik untuk berinvestasi dalam proyek ini.


Dampak Terhadap Pribumi dan Masyarakat Adat

Meski nampaknya ideal, nyatanya pengembangan Eco City menimbulkan permasalahan serius terkait hak asasi manusia dan kesejahteraan pribumi dan masyarakat adat.

Mereka yang telah mendiami pulau tersebut selama turun temurun, bahkan sebelum negara yang mengusirnya belum merdeka, diusir tanpa belas kasihan, terkadang dengan tindakan yang bisa dianggap kejam dalam etika politik di taraf sejarah kemanusiaan.


Etika vs Ekonomi

Dalam dunia yang harmonis dan penuh keseimbangan, perkembangan ekonomi harusnya tidak meminggirkan etika dan hak asasi manusia. Mengapa?

Karena setiap kebijakan publik seharusnya memprioritaskan kesejahteraan rakyatnya dan keadilan yang tertuang dalam janji kemerdekaan.

Pemerintah tampaknya gagal memenuhi tugasnya untuk melindungi yang lemah dan memberi hak kepada yang berhak.



Hukum Internasional dan Nasional

Menurut hukum internasional, seperti Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat, suku pribumi memiliki hak atas tanah dan sumber daya alam di wilayah mereka.

Bahkan dalam hukum nasional, biasanya ada ketentuan yang melindungi hak-hak ini. Apakah pemerintah telah mempertimbangkan aspek-aspek ini dalam perundingan gelap mereka?


Dialog yang Dibutuhkan

Salah satu solusi yang bisa dipertimbangkan adalah dialog antara pemerintah, investor, dan masyarakat adat. Diskusi ini harus terbuka dan inklusif, dengan harapan menemukan solusi win-win untuk semua pihak.


Analisis Psikologi Politik: Pemerintah Tega Mengusir Rakyatnya Demi Kepentingan Bisnis dan Pribadi

Short-Term Gain vs Long-Term Benefit

Salah satu faktor utama yang bisa menjelaskan perilaku ini adalah fokus pada keuntungan jangka pendek daripada keberlanjutan jangka panjang.

Dalam psikologi politik, kecenderungan ini seringkali dipengaruhi oleh tekanan untuk "menghasilkan angka" dalam waktu yang singkat, misalnya dalam rangka pilpres mendatang atau popularitas pribadi.



Rasionalisasi dan Disasosiasi

Para pembuat kebijakan mungkin merasionalisasi tindakan mereka dengan mempercayai bahwa keputusan ini akan menguntungkan negara sebagai keseluruhan, meski merugikan sekelompok masyarakat.

Mekanisme psikologis ini disebut disasosiasi, di mana seorang presiden bersama beberapa menteri mampu memisahkan antara tindakan mereka dan dampak etis atau moral dari tindakan tersebut.


Groupthink

Fenomena ini terjadi ketika keputusan dibuat dalam sebuah kelompok yang tidak menerima masukan dari luar atau mengevaluasi alternatif lain dengan serius.

Groupthink dapat menyebabkan keputusan yang tidak etis atau tidak bijaksana, karena anggota kelompok cenderung saling membenarkan dan mengabaikan dampak negatif dari tindakan mereka.


Kepentingan Pribadi dan Nepotisme

Dalam beberapa kasus, alasan dibalik tindakan ini bisa se-simple kepentingan pribadi atau nepotisme.

Di bawah tekanan politik atau finansial, sebuah rezim barangkali merasa bahwa memprioritaskan kepentingan pribadi atau partai lebih penting daripada kesejahteraan masyarakat umum.


Dehumanisasi dan Stereotyping

Dalam konteks psikologi, dehumanisasi adalah proses memandang orang lain sebagai kurang dari manusia, sehingga lebih mudah untuk melakukan tindakan yang merugikan mereka.

Stereotyping, atau penggunaan stereotype untuk mengkategorikan kelompok sosial, juga bisa digunakan untuk merasionalisasi tindakan eksploitatif.


Kekuasaan dan Kontrol

Para penguasa mungkin merasa bahwa mereka memiliki hak atau bahkan kewajiban untuk memanfaatkan sumber daya (termasuk manusia) untuk kepentingan yang mereka anggap lebih besar, yang dalam kasus ini adalah kolaborasi bisnis antarnegara dan keuntungan ekonomi.


Akhir Kata

Dari sudut pandang psikologi politik, ada beberapa alasan yang bisa menjelaskan mengapa sebuah kelompok kecil pemerintah bersedia mengorbankan rakyatnya demi kepentingan bisnis dan pribadi.

Demikian, perlu diingat bahwa permasalahan ini bukanlah justifikasi tetapi lebih kepada upaya untuk memahami dinamika psikologis yang mungkin mempengaruhi keputusan tersebut.

Pembangunan Eco City tentu saja penting dalam kacamata modernisasi dan keberlanjutan. Tapi, ini tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan etika dan hak-hak pribumi dan masyarakat adat.

Sebuah dialog yang inklusif dan adil harus segera dilakukan agar kita bisa membangun masa depan yang lebih baik tanpa mengorbankan mereka yang telah berkontribusi pada pelestarian alam, budaya, bahkan kemerdekaan.

Teruntuk saudaraku, masyarakat adat melayu di Rempang, panjang umur keadilan,…
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama