Mengenal Teori Psikososial Erik Erikson: 8 Tahap yang Membentuk Kepribadian Manusia

Sodiqi.com - Pernah terpikir oleh Anda mengapa ada orang dewasa yang begitu yakin dengan diri sendiri, sementara sebagian lain terus-menerus dihantui kebimbangan? Atau mengapa fase remaja kerap diwarnai kegelisahan dalam upaya memahami identitas mereka?

Jawabannya bisa ditemukan dalam teori psikososial Erik Erikson, salah satu konsep paling berpengaruh dalam psikologi perkembangan. Erikson, psikolog Jerman-Amerika, meyakini bahwa kepribadian manusia tidak terbentuk secara instan, melainkan melalui serangkaian tahap yang saling berkaitan. Setiap tahap menghadirkan "krisis psikososial" yang harus diatasi untuk mencapai kematangan emosional dan sosial.

Dari Bayi hingga Lansia: Perjalanan 8 Tahap Psikososial

Erikson membagi kehidupan manusia menjadi 8 tahap perkembangan, dimulai sejak lahir hingga usia lanjut.

Ilustrasi Tahap Psikososial Manusia - Photo by Robert Collins on Unsplash

Setiap tahap menuntut individu untuk menyelesaikan konflik antara dua kekuatan psikologis yang berlawanan. Keberhasilan atau kegagalan mengatasi konflik ini akan memengaruhi cara seseorang memandang diri sendiri, orang lain, serta lingkungannya.

Kepercayaan vs Kecurigaan (0-1,5 tahun)

Bayi belajar mempercayai dunia melalui pengasuhan konsisten dari orang tua. Jika kebutuhan fisik dan emosional terpenuhi, mereka mengembangkan rasa aman. Sebaliknya, pengabaian atau ketidakhadiran pengasuh dapat memicu kecurigaan terhadap lingkungan.

Otonomi vs Rasa Malu dan Ragu (1,5-3 tahun)

Anak mulai eksplorasi kemandirian, seperti makan sendiri atau memilih baju. Dukungan orang tua untuk mengambil inisiatif akan membangun kepercayaan diri. Namun, kritik berlebihan membuat anak ragu akan kemampuannya.

Inisiatif vs Rasa Bersalah (3-5 tahun)

Di usia prasekolah, anak aktif bertanya dan mencoba hal baru. Jika lingkungan mendorong kreativitas, mereka tumbuh sebagai pribadi inisiatif. Tapi, hukuman atau larangan tanpa penjelasan bisa menimbulkan rasa bersalah berlebihan.

Industri vs Inferioritas (5-12 tahun)

Anak mulai membandingkan diri dengan teman sebaya dalam akademik atau keterampilan. Pujian atas usaha mereka menumbuhkan semangat berprestasi. Sebaliknya, kegagalan yang dianggap "memalukan" memicu perasaan inferior.

Identitas vs Kebingungan Peran (12-18 tahun)

Remaja mencari jawaban atas pertanyaan "Siapa aku?" Eksplorasi nilai, minat, dan peran sosial membantu membentuk identitas. Jika tidak mendapat dukungan, mereka mungkin terjebak dalam kebingungan tujuan hidup.

Keintiman vs Isolasi (18-40 tahun)

Dewasa muda berusaha membangun hubungan romantis atau persahabatan mendalam. Kemampuan berkomitmen dan berbagi emosi menentukan keberhasilan tahap ini. Kegagalan bisa membuat seseorang mengisolasi diri karena takut ditolak.

Generativitas vs Stagnasi (40-65 tahun)

Di usia paruh baya, fokus bergeser ke kontribusi bagi generasi berikutnya, seperti mengajar, berkarya, atau menjadi mentor. Mereka yang gagal mungkin merasa hidupnya tidak bermakna.

Integritas vs Keputusasaan (65+ tahun)

Lansia merefleksikan hidupnya. Penerimaan terhadap keberhasilan dan kegagalan menciptakan integritas diri. Sebaliknya, penyesalan mendalam bisa memicu keputusasaan.

Mengapa Teori Ini Masih Relevan Hingga Kini?

Teori psikososial Erik Erikson tidak sekadar menjelaskan perkembangan anak, tetapi juga memberikan lensa untuk memahami dinamika kepribadian sepanjang hayat. Misalnya, remaja yang gagal membentuk identitas (tahap 5) mungkin kesulitan membangun hubungan intim di masa dewasa (tahap 6). Begitu pula orang dewasa yang stagnan (tahap 7) berisiko mengalami krisis integritas di usia tua.

Konsep ini juga menekankan peran lingkungan sosial. Erikson percaya bahwa keluarga, sekolah, dan masyarakat turut menentukan bagaimana seseorang melewati setiap krisis. Contohnya, guru yang mendukung siswa berprestasi (tahap 4) membantu mencegah kompleks inferioritas.

Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari

Pemahaman tentang teori psikososial Erikson bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki hubungan interpersonal atau pola pengasuhan. Orang tua yang tahu pentingnya otonomi (tahap 2) akan membiarkan anak memilih mainan sendiri, alih-alih memaksakan kehendak. Di dunia kerja, manajer yang paham tahap generativitas (tahap 7) dapat mendorong karyawan senior menjadi mentor bagi junior.

Ikhtisar

Tak kalah penting, teori ini mengingatkan kita bahwa setiap fase hidup memiliki misi unik. Kegagalan di satu tahap bukan akhir segalanya, karena kesempatan untuk "memperbaiki" tetap ada sepanjang hidup. Lansia yang merasa putus asa (tahap 8) masih bisa mencari makna baru dengan berbagi cerita hidup kepada cucu-cucunya.

Dengan kata lain, teori psikososial Erik Erikson bukan sekadar panduan akademis, melainkan peta navigasi untuk memahami kompleksitas manusia. Setiap krisis yang kita lewati—entah sukses atau gagal—adalah batu pijakan menuju versi diri yang lebih utuh.
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama