Pengertian Ghadab Menurut Bahasa dan Istilah: Makna, Dampak, dan Cara Mengendalikannya

Sodiqi.com - Dalam Al-Qur’an, kata ini juga digunakan untuk menggambarkan kemurkaan Allah terhadap perbuatan zalim, seperti dalam Surah Ali Imran ayat 112:

"Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, serta mereka kembali mendapat kemurkaan (ghadab) dari Allah...".

Pengertian Ghadab Menurut Bahasa dan Istilah

Ghadab, dalam khazanah Islam, sering kali dikaitkan dengan emosi manusia yang perlu dikelola secara bijak. Secara bahasa, kata “ghadab” (غضب) berasal dari akar kata Arab gha-dha-ba yang bermakna “intensitas” atau “sesuatu yang menggelegak”.

Kamus klasik seperti Lisanul Arab menjelaskan ghadab sebagai reaksi emosional berupa kemarahan, amarah, atau luapan ketidaksabaran yang muncul akibat situasi tidak menyenangkan.

Secara istilah, ghadab merujuk pada sifat emosional yang muncul dari ketidakpuasan atau penolakan terhadap suatu hal. Ulama akhlak seperti Imam Al-Ghazali mendefinisikan ghadab sebagai;

“Nyala api dalam hati yang mendorong seseorang untuk membalas atau menolak sesuatu yang dianggap mengancam”.

Kendati begitu, Islam tidak sepenuhnya melarang ghadab, karena emosi ini bisa menjadi positif jika diarahkan untuk menegakkan kebenaran.

Misalnya, marah ketika melihat ketidakadilan atau kemaksiatan. Yang dilarang adalah ghadab yang bersifat destruktif: marah berlebihan, tidak terkontrol, atau ditujukan untuk hal-hal sepele.

Perbedaan utama antara ghadab dalam bahasa dan istilah terletak pada konteks penggunaannya. Secara bahasa, ghadab hanya menjelaskan fenomena emosi.

Sedangkan secara istilah, konsep ini dibahas lebih mendalam dalam ilmu akhlak sebagai ujian bagi keseimbangan jiwa.

Rasulullah SAW bersabda: “Orang kuat bukanlah yang pandai berkelahi, tetapi orang yang mampu mengendalikan diri saat marah” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menegaskan bahwa ghadab adalah ujian untuk melatih kesabaran dan kebijaksanaan.

Dampak Negatif Ghadab

Dampak negatif ghadab yang tidak terkendali sangat luas. Dari sisi psikologis, emosi ini bisa memicu stres, gangguan kesehatan, hingga merusak hubungan sosial.

Ilustrasi Marah - Photo by Mick Haupt on Unsplash

Dalam Kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mengingatkan bahwa ghadab berlebihan sering menjadi penyebab permusuhan, penyesalan, dan hilangnya keberkahan hidup.

Sebaliknya, jika dikelola dengan prinsip syariat (seperti menahan diri, berwudhu, atau diam sejenak) ghadab justru mengajarkan manusia untuk lebih mengenal batasan emosionalnya.

Mengendalikan ghadab bukan berarti menumpulkan rasa peduli terhadap ketidakadilan. Islam mengajarkan umatnya untuk marah pada tempatnya, tetapi dengan cara yang elegan.

Misalnya, menggunakan kata-kata tegas tanpa menyakiti, atau mengambil tindakan melalui jalur yang benar. Dengan demikian, ghadab menjadi alat untuk memperbaiki diri dan lingkungan, bukan merusak.

Ikhtisar

Kesimpulannya, memahami ghadab dari perspektif bahasa dan istilah membantu kita membedakan antara emosi alami dan sikap destruktif.

Dengan melatih kesadaran untuk tidak terpancing emosi sesaat, seseorang bisa menjadikan ghadab sebagai cermin evaluasi diri.

Tujuan utamanya adalah mencapai mizan an-nafs (keseimbangan jiwa), di mana kemarahan tidak lagi menguasai akal, tetapi menjadi energi untuk tumbuh lebih bijak dan manusiawi.
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama